BOJONEGORO — Reses Masa Sidang III di Dusun Kendal, Desa Sidodadi, Kecamatan Sukosewu, Kamis (20/11/2025), berubah menjadi ruang curahan hati para petani tentang persoalan yang selama ini membelit mereka.
Digelar sederhana di sebuah gubuk pertanian, reses yang dipimpin H. Sukur Priyanto, S.E., M.AP., dari Fraksi Partai Demokrat, justru memperlihatkan persoalan mendasar yang jarang tersentuh kebijakan.
Isu paling kuat yang muncul adalah minimnya alat dan mesin pertanian (alsintan).
Ketua Gapoktan Tegalkodo, Ansori, dan Ketua Gapoktan Sumber Makmur, Suwarno, menyampaikan bahwa petani di Sukosewu sering kali harus menyewa combine harvester dari wilayah lain.
Akibatnya, biaya panen membengkak dan waktu panen kerap tertunda.
“Kami butuh combine harvester. Bukan sekadar keinginan, tapi kebutuhan mendesak. Tanpa itu, kami selalu tertinggal,” tegas Ansori.
Kondisi ini ironis, mengingat Sukosewu adalah salah satu lumbung pangan Bojonegoro. Ketimpangan akses alsintan membuat produktivitas tidak sebanding dengan potensi.
Selain itu, warga juga menyoroti jalan pertanian yang rusak parah dan saluran irigasi yang tidak optimal.
Keluhan ini menunjukkan bahwa persoalan pertanian tidak hanya soal teknologi, tetapi rantai pendukung yang belum sepenuhnya diperhatikan pemerintah desa maupun kabupaten.
Menanggapi itu, Sukur Priyanto menegaskan bahwa masalah tersebut bukan aspirasi biasa, tetapi isu struktural yang harus segera diintervensi.
“Sektor pertanian adalah pondasi ekonomi desa. Ketika petani kesulitan alsintan dan akses jalan, berarti ada sistem yang harus dibenahi,” ujar Sukur.
Meski Sidodadi baru masuk wilayah Dapilnya karena perubahan peta politik, ia menegaskan komitmen penuh untuk memperjuangkan kebutuhan petani.
Kehadiran Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Sri Wahyuni, memperluas ruang diskusi. Ia menilai bahwa persoalan petani Sidodadi merupakan potret umum daerah-daerah produsen pangan di Jawa Timur.
Ia menegaskan komitmen untuk mendorong alokasi alsintan dan perbaikan infrastruktur pertanian melalui APBD Provinsi.
Di sisi lain, Kepala Desa Sidodadi, Doni Prasetyon, menyoroti perlunya dukungan terhadap Koperasi Merah Putih yang tengah berkembang.
Koperasi dianggap sebagai instrumen penting untuk menstabilkan harga beli gabah, akses pupuk, hingga penyediaan alat pertanian.
“Jika koperasi ini diperkuat, petani tidak lagi bergantung pada tengkulak,” ujarnya.
Reses kali ini memperlihatkan hal penting: masyarakat tidak sekadar memberi aspirasi, tetapi menyampaikan diagnosis akar masalah.
Krisis alsintan, infrastruktur pertanian, dan lemahnya kelembagaan petani adalah isu nyata yang harus ditindaklanjuti lintas lembaga.
Aspirasi tersebut akan dibawa ke pembahasan DPRD Kabupaten dan diteruskan hingga DPRD Provinsi Jawa Timur sebagai bentuk komitmen untuk memperbaiki ekosistem pertanian di Bojonegoro.
/red












