Komisi D DPRD Bojonegoro Soroti Elevasi Nol dan Kemiringan U-Ditch: Waterpass Ungkap Air Masih Menggenang

BOJONEGORO, Batara.news ||

Sistem drainase hanya dapat berfungsi optimal apabila elevasi dasar saluran mengikuti kemiringan hidrolis yang benar. Hal itu disoroti langsung oleh Komisi D DPRD Bojonegoro saat melakukan inspeksi mendadak terhadap proyek pemasangan U-ditch dan trotoar di sejumlah titik kawasan perkotaan, Selasa (4/11/2025).

Dalam sidak tersebut, Wakil Ketua Komisi D, Sukur Priyanto, meminta teknisi proyek untuk memeriksa level saluran menggunakan waterpass. Pengukuran manual itu penting untuk memastikan bahwa titik elevasi awal (level 0) telah berada di bawah permukaan tanah dan tersambung menuju saluran pembuangan akhir. Namun, hasil pengecekan lapangan menunjukkan adanya ketidaktepatan elevasi, sehingga air masih terlihat menggenang setelah hujan.

“Setelah hujan kemarin, air tidak bergerak. Artinya dasar saluran belum punya kemiringan yang cukup. Dengan waterpass, terlihat ada bagian yang justru sejajar bahkan lebih tinggi dari titik hulu,” kata Sukur.

Dalam standar konstruksi drainase, level 0 (zero elevation) menjadi dasar acuan untuk menentukan arah aliran. Bila elevasi terlalu datar atau lebih tinggi di tengah saluran, air kehilangan energi gravitasi dan berakhir menjadi genangan. Fenomena ini ditemukan di beberapa segmen saluran dengan kemiringan yang tidak seragam.

Secara teknis, kemiringan dasar U-ditch harus memiliki grade slope yang konsisten—umumnya berkisar antara 1–3‰ (per mil) untuk saluran perkotaan. Namun temuan lapangan menunjukkan beberapa titik datar tanpa titik jatuh menuju pembuangan akhir.

Selain kemiringan, Komisi D menemukan:

Tidak adanya lantai dasar beton pada sejumlah segmen, sehingga posisi U-ditch mudah turun- naik dan memengaruhi elevasi.

Sambungan antar segmen belum diberi nat semen–pasir, menyebabkan risiko rembesan dan kerusakan struktur.

Pekerja belum menggunakan APD dan standar K3 belum diterapkan maksimal.

Tidak ada police line pada galian yang terbuka dan berpotensi membahayakan pengguna jalan.

“Drainase bukan hanya proyek fisik. Tanpa slope, tanpa nat, dan tanpa kontrol elevasi, fungsi hidrolisnya tidak berjalan. Saat hujan, air harus habis mengalir, bukan tertahan,” tegas Sukur.

Ketika elevasi dasar lebih tinggi di tengah atau berhenti pada titik datar, aliran kehilangan gradien. Kondisi ini menyebabkan:

stagnasi air,

peningkatan sedimentasi,

risiko bau dan sarang nyamuk,

potensi kerusakan beton karena jenuh air dalam waktu lama.

Jika tidak diperbaiki, saluran yang seharusnya menjadi solusi justru berubah menjadi sumber genangan.

Sukur meminta pihak konsultan dan kontraktor melakukan pengukuran ulang elevasi dari hulu hingga hilir menggunakan waterpass dan auto level. Koreksi diperlukan agar level 0 benar-benar terhubung dengan saluran eksisting yang sudah berfungsi.

“Desain boleh benar di atas kertas, tetapi lapangan harus dibuktikan dengan alat. Kalau waterpass menunjukkan stagnasi, harus dibongkar dan disesuaikan,” ujarnya.

Meski demikian, ia mengapresiasi upaya perbaikan sistem drainase kota dan berharap evaluasi teknis segera dilakukan sebelum pekerjaan dinyatakan selesai.

 

/Ali S