Pengawasan Proyek Punden Desa Sukowati Dinilai Lemah, Sekdes dan Kades Bungkam

Bojonegoro,–Batara.news||

Proyek pembangunan punden di Desa Sukowati, Kecamatan Kapas, Kabupaten Bojonegoro, yang menelan anggaran sekitar Rp46 juta dari APBDes tahun 2025, terus menjadi sorotan warga. Pasalnya, bentuk fisik bangunan yang berdiri dengan struktur kerangka sederhana dianggap tidak sebanding dengan nilai anggaran.jumat(26/09/2025)

Sejumlah pihak mempertanyakan kualitas serta transparansi pelaksanaan proyek tersebut. Namun hingga kini, belum ada penjelasan resmi dari pihak desa.

Sekretaris Desa (Sekdes) Sukowati, Nasyrudin Wahid, yang diketahui berperan sebagai verifikator dan administrator dalam program pembangunan, saat dikonfirmasi memilih bungkam. Sikap diam aparatur desa ini menambah tanda tanya publik mengenai lemahnya pengawasan pada proyek bernilai puluhan juta rupiah tersebut.

Padahal, sesuai amanat Permendagri Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa, setiap tahap pelaksanaan pembangunan desa wajib dilakukan secara transparan, akuntabel, partisipatif, serta tertib dan disiplin anggaran. Bahkan pada Pasal 27 regulasi tersebut ditegaskan, kepala desa dan perangkatnya bertanggung jawab penuh atas pengelolaan, termasuk pengawasan kegiatan pembangunan.

Dalam hal ini, Kepala Desa Sukowati, Amik Rohadi, selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), memiliki kewenangan sekaligus tanggung jawab utama atas penggunaan dana desa. Namun, saat dimintai tanggapan terkait polemik proyek punden, kades juga enggan memberikan klarifikasi.

Sikap bungkam baik dari kades maupun sekdes dinilai publik sebagai bentuk abai terhadap prinsip keterbukaan informasi yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Minimnya penjelasan dikhawatirkan menimbulkan dugaan adanya ketidaksesuaian antara perencanaan dan realisasi fisik di lapangan.

Apabila terbukti terjadi penyimpangan, perangkat desa maupun kepala desa dapat dijerat sanksi administratif hingga sanksi pidana.

Sanksi administratif mengacu pada Pasal 28 Permendagri 20/2018 berupa teguran, penghentian sementara kegiatan, hingga pemberhentian kepala desa.

Sanksi pidana mengacu pada Pasal 3 dan Pasal 8 UU Tipikor, di mana penyalahgunaan wewenang atau pengelolaan anggaran yang merugikan keuangan negara dapat dipidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda hingga Rp1 miliar.

Warga berharap pemerintah kecamatan hingga inspektorat kabupaten segera turun tangan melakukan pemeriksaan, sehingga pelaksanaan pembangunan desa tidak hanya sekadar formalitas, melainkan benar-benar memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.

 

 

Penulis:Alisugiono.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *