Bojonegoro, -Batara.news|| Selain mbulet dan lamban, penanganan perkara dugaan skandal mega korupsi pengadaan mobil siaga Desa oleh Kejaksaan Negeri Bojonegoro, Jawa Timur, nampaknya hanya masih berkutat pada pemeriksaan pihak penyedia jasa dan Kepala Desa selaku pengguna anggaran saja.
Cuitan pedas itu sudah mulai dilontarkan para aktivis informasi dan pemerhati kebijakan publik yang sejak awal mengikuti proses penanganan perkara pengadaan mobil siaga Desa di Bojonegoro.
Bahkan menurut salah satu Kepala Desa di Wilayah Kecamatan Kedungadem, yang meminta agar namanya untuk disembunyikan dalam materi pemberitaan mengungkapkan, proses pengadaan mobil siaga tersebut terkesan dipaksaan.
“Dalam waktu hanya 2 minggu Kades disuruh melaksanakan progam itu. Jadi saya melihat Kades ini korban dari kebijakan. Kalau dilihat dari uraiannya, siapa yang menikmati uang sebanyak itu ? Sangat mungkin Bupati !!! Kenapa, dialah pembuat Perbupnya (Peraturan Bupati), Juklak (petunjuk pelaksanaan) dan Juknis (petunjuk teknis). Jangan – jangan Juklak Juknis itu pesanan dari UMC (red- salah satu nama penyedia barang dan jasa) kita juga gak tau.” ungkapnya, senin, 03 juni 2024.
Lantaran pihak Desa sudah tidak bisa menentukan pilihan, lanjutnya, sehingga biaya pengadaan mobil siaga Desa itu yang menentukan pihak Dealer.
“Saya katakan Desa itu jadi korban. Jadi harga Rp 241 juta itu ditentukan oleh Dealer, ketika Desa menawar juga gak bisa gitu lho, meskipun pada akhirnya rinciannya gak sampai segitu. Makanya sekarang pertanyaannya kemana ini sisa 79 atau 80 juta itu, ini siapa ?
Jangan-jangan saya katakan, Perbup yang mengarah ke mobil APV itu adalah bentuk kerjasama antara UMC dengan tanda kutip (Bupati Ana) misalnya, itukan bisa jadi. Jadi speknya sudah diatur, jadi konspirasi itu sudah ada sejak awal.” Bebernya,
Sosok Kades yang dikenal kritis itu juga bercerita, terkait uang pengembalian atau Cashback yang diberikan pihak Dealer kepada Kepala Desa juga tidak sama alias bervariatif.
“Celakanya kades -kades itu mendapat Rp 15 juta, itupun Cashback 15 juta tidak semua sama mendapat segitu. Ada yang tidak mendapat sama sekali karena tidak dikasihkan oleh kordinator Kecamatan, ada yang dikasih 6 juta, ada yang 14 juta. Yaitulah ketahuan ada oknum Kades yang bermain.” jelasnya,
Bahkan dikatakan pula, hingga sampai saat ini ada beberapa desa yang belum mempunyai dan menyetorkan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) atas penggunaan uang rakyat itu kepada pihak Penyelenggara Negara. Contohnya seperti di Wilayah Kecamatan Sumberrejo.
“Sampai sekarang ada beberapa Desa yang belum punya SPJ, karena SPJ itu yang buat Dealer. Sumberrejo ada 2 Desa, mobil sudah ada, BPKB sudah ada, tapi belum punya SPJ.” katanya.
Atas dinamika persoalan pengadaan mobil siaga Desa, dirinya menegaskan kalau ada praktik ajang bisnis dibalik progam tersebut.
“Itu bisa dilihat dari keterangan jaksa beberapa waktu yang lalu, yang mengatakan, harganya sekian bla bla bla itu. Kalau memang lebih dari standar harga itukan artinya ada yang Mark Up, atau setidaknya memang sengaja di Mark Up oleh pihak Dealer karena untuk komisi seseorang, misalnya seperti itu.” Pungkasnya.
Perlu diketahui, pengadaan mobil siaga Desa bermasalah tersebut bersumber biayanya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2022 yang diserap kedalam progam unggulan mantan Bupati Bojonegoro Anna Mu’awanah yang diberi nama progam Bantuan Keuangan Khusus Desa.
(Al)