RS Onkologi Tinggal Nama — Perencanaan Tergesa, SDM Absen, Anggaran Menggantung

Berita Daerah94 Dilihat

Bojonegoro,-Batara.news||

Pemerintah Kabupaten Bojonegoro kembali memamerkan mimpi besarnya di bidang kesehatan: membangun rumah sakit khusus onkologi. Namun, hasil video conference antara Kepala Dinas Kesehatan dengan Kementerian Kesehatan justru menyingkap kenyataan pahit: rencana itu dikecilkan. RSUD Kalitidu yang semula digadang sebagai rumah sakit spesialis kanker, kini hanya akan menjadi rumah sakit tipe D/C dengan layanan unggulan onkologi.

 

Perubahan arah ini menimbulkan pertanyaan: apakah sejak awal rencana RS onkologi hanyalah jargon ambisius tanpa perhitungan matang? Ataukah pemerintah baru menyadari bahwa membangun rumah sakit spesialis tidak cukup hanya menggelontorkan anggaran, tetapi juga menyiapkan SDM yang kompeten serta fasilitas berstandar tinggi?

 

Ironisnya, Pemkab Bojonegoro tampak punya dana untuk membangun gedung, tetapi belum mampu menghadirkan dokter onkologi, perawat terlatih, maupun tenaga medis pendukung. Dalam dunia kesehatan, bangunan tanpa SDM hanyalah panggung megah tanpa pemain: mustahil ada pertunjukan.

 

Mengecilkan skala rumah sakit onkologi menjadi tipe D/C mungkin tampak realistis di atas kertas. Namun, bagi masyarakat yang sudah menaruh harapan, ini seperti menjanjikan gedung teater lalu hanya membuka warung kopi di dalamnya. Publik merasa dikhianati ketika mimpi yang dijual ternyata hanya setengah hati.

 

Jika pola ini terus berulang—membuat proyek besar lalu menguranginya di tengah jalan—Bojonegoro hanya akan dikenal sebagai daerah yang pandai bermimpi, tapi gagap mengeksekusi. Lebih baik sejak awal merancang sesuai kapasitas nyata daripada membangun ekspektasi tinggi yang pada akhirnya runtuh di lapangan.

 

Kami memahami, tantangan terbesar memang ada pada sumber daya manusia. Kepala Dinas Kesehatan sendiri mengakui bahwa penyiapan SDM, pelatihan, dan pengembangan kompetensi medis menjadi hambatan besar. Tidak heran jika Kemenkes mendorong prioritas ke RSUD Temayang, yang SDM-nya lebih siap, sementara RSUD Kalitidu diposisikan di urutan kedua.

 

Namun, apakah jawaban “SDM sulit dipersiapkan” cukup untuk menutup mimpi onkologi warga Bojonegoro? Bukankah justru di situlah tantangan sesungguhnya: berani menyiapkan tenaga ahli, berinvestasi pada pendidikan dokter spesialis, dan tidak sekadar bangga dengan bangunan fisik?

 

Sangat disayangkan, rumah sakit khusus onkologi kini tinggal nama. Harapan warga untuk memiliki fasilitas kesehatan kanker yang representatif harus kembali disimpan dalam laci mimpi.

 

Bojonegoro butuh perencanaan yang matang, bukan sekadar jargon. Butuh keberanian mengakui keterbatasan, sekaligus konsistensi membangun kesehatan berbasis SDM, bukan hanya beton dan tembok.

 

(Penulis: Alisugiono

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *