Pati, Batara.news – Polemik berkepanjangan terkait pengelolaan lahan pertanian di Desa Karangsari, Kecamatan Cluwak, Kabupaten Pati, belum menemukan titik terang. Konflik antara PT Rumpun Sari Antan (PT RSA) dan pihak kedua, Edi Cahyono selaku Ketua Pemuda Peduli Karangsari, semakin meruncing di tengah dugaan praktik yang tidak transparan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, permasalahan ini bermula dari kerja sama antara PT RSA yang dipimpin Direktur Utama Andi Hidayat dan Edi Cahyono. Awalnya, kerja sama terkait pengelolaan lahan tersebut berjalan baik. Namun, mendekati berakhirnya masa sewa lahan, muncul dugaan bahwa Andi Nurul Huda melakukan langkah-langkah yang menguntungkan dirinya sendiri.
Menurut Edi Cahyono, ia merasa sangat dirugikan karena telah banyak menginvestasikan modal dalam kerja sama tersebut. Kerugian yang dialami diperkirakan mencapai lebih dari Rp 1 miliar. “Itu salah satu akal busuk untuk menghindar dari tanggung jawab. Dia tetap mencari keuntungan pribadi dengan memanfaatkan gapoktan dan beberapa pihak lain. Tapi saya yakin, kebenaran akan terungkap pada waktunya,” ujar Edi dengan tegas.
Dugaan Rekayasa dan Ketidakhadiran dalam Mediasi
Upaya mediasi telah dilakukan beberapa kali, termasuk di kantor Polsek Cluwak yang melibatkan pihak kecamatan, kepala desa, dan Koramil Cluwak. Namun, pihak gapoktan yang disebut-sebut sebagai bagian dari konflik ini tidak pernah hadir dalam mediasi.
Dalam mediasi tersebut, pihak PT RSA menyatakan bahwa saham mereka kini sepenuhnya telah diambil alih oleh PT Djandi Tunggal Wedari. Namun, berdasarkan data yang ada, PT Djandi hanya memiliki 5% saham dalam kerja sama tersebut, menimbulkan tanda tanya besar terkait transparansi peralihan kuasa.
Penyewaan Lahan oleh Pihak Lain
Kejanggalan semakin terlihat ketika PT RSA diketahui menyewakan lahan tersebut kepada PT CMP. Pertanyaan muncul: jika PT Djandi benar memegang kuasa penuh, mengapa bukan PT Djandi Tunggal Wedari yang menjalankan sewa lahan.
Konflik antara PT Rumpun Sari Antan (PT RSA) dan pihak kedua, Edi Cahyono selaku Ketua Pemuda Peduli Karangsari, semakin meruncing di tengah dugaan praktik yang tidak transparan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, permasalahan ini bermula dari kerja sama antara PT RSA yang dipimpin Direktur Utama Andi Nurulhuda dan Edi Cahyono. Awalnya, kerja sama terkait pengelolaan lahan tersebut berjalan baik. Namun, mendekati berakhirnya masa sewa lahan, muncul dugaan bahwa Andi Nurul Huda melakukan langkah-langkah yang menguntungkan dirinya sendiri.
Menurut Edi Cahyono, ia merasa sangat dirugikan karena telah banyak menginvestasikan modal dalam kerja sama tersebut. Kerugian yang dialami diperkirakan mencapai lebih dari Rp 1 miliar. “Itu salah satu akal busuk untuk menghindar dari tanggung jawab. Dia tetap mencari keuntungan pribadi dengan memanfaatkan gapoktan dan beberapa pihak lain. Tapi saya yakin, kebenaran akan terungkap pada waktunya,” ujar Edi dengan tegas.
Dugaan Rekayasa dan Ketidakhadiran dalam Mediasi
Upaya mediasi telah dilakukan beberapa kali, termasuk di kantor Polsek Cluwak yang melibatkan pihak kecamatan, kepala desa, dan Koramil Cluwak. Namun, pihak gapoktan yang disebut-sebut sebagai bagian dari konflik ini tidak pernah hadir dalam mediasi.
Dalam mediasi tersebut, pihak PT RSA menyatakan bahwa saham mereka kini sepenuhnya telah diambil alih oleh PT Djandi Tunggal Wedari Namun, berdasarkan data yang ada, PT Djandi Tinggal Wedari hanya memiliki 5% saham dalam kerja sama tersebut, menimbulkan tanda tanya besar terkait transparansi peralihan kuasa.
Penyewaan Lahan oleh Pihak Lain
Kejanggalan semakin terlihat ketika PT RSA diketahui menyewakan lahan tersebut kepada PT CMP. Pertanyaan muncul: jika PT Djandi benar memegang kuasa penuh, mengapa bukan PT Djandi yang menyewakan lahan tersebut? Informasi terbaru menyebutkan bahwa lahan tersebut kini dikelola oleh pihak perseorangan yang melibatkan oknum dari satuan TNI. Bahkan, pihak yang mengaku berasal dari PT CMP telah mendirikan bangunan semi permanen dan membatasi klaim lahan seluas 20 hektar.
Harapan Penyelesaian Konflik
Hingga saat ini, konflik lahan pertanian di Desa Karangsari belum menemukan solusi, menyebabkan masyarakat setempat tidak dapat memanfaatkan lahan tersebut secara optimal. Situasi ini memicu keresahan dan ketidakpastian bagi warga desa.
Masyarakat berharap pemerintah, termasuk Presiden Prabowo, Kementerian Agraria, dan Kementerian Pertanian, dapat turun tangan untuk memberikan keadilan dan menyelesaikan konflik yang telah berlangsung bertahun-tahun. “Kami ingin masalah ini segera selesai dan lahan dapat dimanfaatkan dengan baik untuk kesejahteraan masyarakat,” ujar salah satu warga Desa Karangsari.
/red