TUBAN, BATARA.NEWS – Di tengah gencarnya pemerintah menggaungkan kemudahan investasi dan digitalisasi perizinan, justru muncul ironi di Kabupaten Tuban.
Sebuah perusahaan kontraktor besar yang disebut-sebut berasal dari Qatar, PT Nesr, diduga beroperasi tanpa legalitas resmi dan menjadikan gudang bekas di Desa Selo Gabus, Kecamatan Parengan, sebagai markas kegiatan industrinya.
Dari luar, bangunan itu tampak biasa, hanya sebuah gudang tua di tepi jalan provinsi, namun di dalamnya, aktivitas industri berat berlangsung hampir setiap hari, suara crane, mesin kompresor, dan peralatan mekanikal migas bergema, menciptakan ritme baru di kawasan yang sebelumnya sunyi.
Ironisnya, tidak ada papan nama perusahaan, izin lingkungan, maupun dokumen legalitas yang terpampang di lokasi, arus keluar-masuk kendaraan berat juga tampak tanpa pengaturan andalalin (analisis dampak lalu lintas) yang semestinya menjadi syarat wajib kegiatan industri.
Dari penelusuran, dalam catatan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Tuban, nama PT Nesr belum tercatat sama sekali, baik sebagai perusahaan berizin, pemegang izin domisili, maupun pembayar retribusi daerah.
Jika temuan ini benar, maka aktivitas perusahaan tersebut berjalan di luar koridor hukum yang berlaku di Indonesia.
“Kalau perusahaan sebesar itu bisa beroperasi tanpa izin, sementara pengusaha lokal harus jungkir balik mengurus dokumen, ini bukan lagi kelalaian, ini pembiaran,” ujar salah satu aktivis pemantau kebijakan publik di Tuban yang enggan disebut namanya.
Selain berpotensi melanggar hukum, kondisi ini juga dapat menimbulkan kebocoran pendapatan daerah, terutama dari sektor pajak alat berat, retribusi lingkungan, hingga kontribusi sosial ekonomi masyarakat sekitar.
Lebih mengkhawatirkan lagi, aspek keselamatan publik diabaikan, aktivitas uji mesin industri berat di tepi jalan raya rawan menyebabkan kecelakaan, kebisingan ekstrem, dan polusi udara.
Namun hingga kini, belum ada tindakan tegas dari pihak Pemkab Tuban. Baik DPMPTSP, Dinas Perhubungan, maupun Satpol PP belum memberikan keterangan resmi, bahkan pemerintah desa setempat justru memilih diam.
Pertanyaannya kemudian sederhana, tapi tajam, apakah aparat benar-benar tidak tahu, atau pura-pura tidak tahu?
Sulit membayangkan aktivitas alat berat berskala besar bisa lolos dari radar pengawasan tanpa “restu” dari pihak tertentu.
Jika dugaan ini benar, maka kasus PT Nesr bukan sekadar pelanggaran administrasi, melainkan ujian serius terhadap integritas tata kelola investasi daerah.
Apakah Pemkab Tuban berani menegakkan aturan terhadap investor besar?, atau jangan-jangan, kita tengah menyaksikan bentuk baru dari kolonialisme investasi, di mana kepentingan asing melenggang di atas kelengahan atau pembiaran aparat lokal?
Hingga berita ini diturunkan, konfirmasi resmi dari pihak PT Nesr belum diperoleh, namun satu hal pasti, tanpa kejelasan hukum dan pengawasan yang tegas, gudang-gudang bekas seperti di Selo Gabus bisa menjadi simbol lemahnya kedaulatan daerah di hadapan modal besar. (red)