PATI, BATARA.NEWS – Integritas pengelolaan keuangan daerah di Kabupaten Pati tengah diuji. Baru hitungan hari usai dilantik, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pati, Febes Mulyono, langsung dihadapkan pada dugaan serius terkait penggelembungan (markup) anggaran pengadaan barang dan jasa.
Hingga berita ini diturunkan, Febes memilih bungkam. Surat permohonan klarifikasi yang dilayangkan awak media sejak 22 Desember 2025 terkait transparansi anggaran, hingga kini tidak mendapatkan respons.
Sikap tertutup ini justru memantik kecurigaan adanya praktik amis dalam pengelolaan APBD.
Bedah Data: Potensi Markup Rp103 Juta
Dugaan penyimpangan ini mencuat setelah tim investigasi media melakukan bedah data pada Kode RUP 59425556.
Paket pengadaan tersebut mencakup pembelian Laptop Core i5 (tipe 6), PC All-in-One Core i5, Scanner ADF, Printer Inkjet, dan Printer Laserjet.
Dalam dokumen anggaran, BPKAD mematok angka fantastis sebesar Rp148 juta untuk satu paket tersebut.
Padahal, berdasarkan analisis harga pasar dan Standar Harga Satuan (SHS) Kabupaten Pati, nilai wajarnya jauh di bawah angka itu.
“Kami menggunakan acuan resmi SHS Kabupaten Pati. Untuk volume 1 paket dengan spesifikasi tersebut, estimasi biaya hanya berkisar Rp45.500.000. Namun, BPKAD menganggarkan Rp148 juta. Ada selisih sekitar Rp103.250.000 yang patut dipertanyakan larinya ke mana,” ungkap perwakilan tim riset Portaljateng.
Pola Sistematis di Pengadaan Lain?
Indikasi ketidakberesan tidak berhenti di satu titik. Penelusuran lebih lanjut menemukan pola serupa pada beberapa paket pengadaan langsung lainnya.
Kode RUP 60377188, 60247431, dan 60416081 kini masuk dalam radar pantauan media karena dinilai memiliki nilai anggaran yang tidak wajar.
Jika diakumulasikan, potensi kerugian negara disinyalir mencapai ratusan juta rupiah.
Sikap diam Febes Mulyono dinilai memperburuk citra institusi. Perwakilan BataraNews menyayangkan respons pejabat publik yang terkesan anti-kritik.
“Keengganan menjawab surat klarifikasi secara tidak langsung mengonfirmasi keraguan publik. Jika bersih, mengapa harus takut transparan?” tegasnya.
Ancaman Lapor ke Kejaksaan
Kritik lebih keras datang dari redaksi Infodagang, yang menyebut ketertutupan ini sebagai preseden buruk bagi instansi yang seharusnya menjadi garda terdepan pendapatan daerah.
“BPKAD itu ujung tombak PAD. Kalau pengadaan internal saja diduga jadi ajang bancakan, bagaimana dengan pengelolaan pajak rakyat? Jangan sampai kantor ini berubah menjadi ‘sarang tikus’,” sindirnya tajam.
Merespons kebuntuan komunikasi ini, koalisi awak media berencana mengambil langkah hukum.
Dalam waktu dekat, data-data temuan terkait dugaan markup ini akan dibawa ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Pati dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Pati.
Langkah ini diambil untuk mendesak audit forensik terhadap realisasi anggaran di tubuh BPKAD Pati. (red)
