BOJONEGORO, BATARA.NEWS — Bupati Bojonegoro, Setyo Wahono, menandatangani nota kesepakatan Restorative Justice (RJ) dengan Kejaksaan Negeri (Kejari) Bojonegoro, Jumat (10/10/2025).
Kesepakatan ini disebut sebagai langkah bersama untuk mewujudkan keadilan yang humanis bagi masyarakat Bojonegoro, Jawa Timur.
“Dengan komitmen bersama seluruh pihak, diharapkan pelaksanaan restorative justice di Bojonegoro dapat memberikan manfaat nyata bagi masyarakat luas,” ujar Bupati Setyo Wahono dalam keterangannya.
Namun di balik semangat humanisme itu, muncul pertanyaan krusial: sejauh mana konsep restorative justice dapat diterapkan tanpa menabrak prinsip hukum yang menegaskan batas antara benar dan salah?
Kejaksaan, sebagai lembaga yang berwenang menentukan arah dan keputusan perkara—baik pidana umum, korupsi, maupun kriminalisas, seharusnya berdiri di atas prinsip keadilan yang objektif, bukan kompromi.
Dalam konteks idealnya, restorative justice dimaksudkan untuk menjadi ruang penyelesaian perkara kecil dengan pendekatan dialog dan pemulihan sosial.
Namun jika diterjemahkan secara keliru, kesepakatan semacam ini bisa berubah menjadi bentuk “pemesanan” keputusan hukum sebelum perkara terjadi sebuah kondisi yang mengaburkan batas antara restorasi keadilan dan rekayasa keadilan.
Pertanyaan yang tak bisa dihindari pun muncul, Apakah nota kesepakatan ini akan menjadi sarana perdamaian yang adil, atau justru membuka celah kompromi hukum, di mana penegakan hukum bisa dinegosiasikan atas nama kemanusiaan?
Kini, masyarakat Bojonegoro menunggu bukti.
Apakah komitmen bersama ini sungguh dimaksudkan untuk menegakkan keadilan yang humanis, atau sekadar membungkus kompromi hukum dengan bahasa empati.