Diduga Jual Beli Seragam, Sekolah di Pati Selatan Abaikan Aturan Pemerintah

Berita Daerah65 Dilihat

Pati – Batara.news | Dugaan praktik penjualan kain seragam siswa baru oleh salah satu sekolah tingkat SMP di wilayah Pati Selatan, kembali mencuat dan memunculkan pertanyaan besar soal integritas lembaga pendidikan dalam mematuhi regulasi yang berlaku.

 

Dari pantauan awak media di lapangan, pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) Tahun Ajaran 2025–2026, pihak sekolah diduga tidak hanya mengarahkan, tetapi juga memfasilitasi wali murid untuk membeli kain seragam di toko tertentu yang telah ditentukan sejak awal. Hal ini secara tidak langsung mengindikasikan adanya pola sistematis dalam praktik jual beli bahan seragam yang seharusnya dilarang.

 

Sejumlah wali murid mengaku telah diarahkan oleh pihak sekolah untuk mengambil kain seragam di toko rekanan. Salah satu orang tua siswa, yang enggan disebutkan namanya dan kami samarkan sebagai Ibu Diyah, menyebutkan bahwa proses pembelian dilakukan tanpa adanya bukti resmi transaksi.

 

> “Orang tua datang langsung ke toko, kalau tidak tahu tempatnya, bisa ke sekolah dulu, nanti akan diarahkan oleh guru atau staf. Kami tinggal menyebutkan keperluannya, lalu langsung diberikan kain dan perlengkapan,” ujarnya saat ditemui Sabtu (7/6/2025).

 

Lebih mengejutkan, Diyah menyatakan bahwa tidak ada kwitansi atau nota pembelian yang diberikan, meskipun pembayaran dilakukan di tempat. Ia juga menyebutkan bahwa harga tergantung ukuran bahan, namun tidak dijelaskan rinciannya secara terbuka.

 

> “Tidak ada nota mas, karena ukurannya beda-beda. Kita bayar langsung dan langsung diberi bahannya,” tambahnya.

 

Praktik semacam ini bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 serta Permendikbud Nomor 50 Tahun 2022 yang secara tegas melarang pendidik dan tenaga kependidikan melakukan penjualan seragam sekolah maupun menerima keuntungan dari kegiatan tersebut.

 

Regulasi itu dibuat untuk memastikan bahwa sekolah tidak menjadikan seragam sebagai ladang komersialisasi, sekaligus menjaga prinsip keadilan dan transparansi dalam dunia pendidikan. Namun, kenyataan di lapangan justru menunjukkan bahwa aturan tersebut seolah diabaikan.

 

Jika dugaan ini benar, maka tindakan tersebut bukan hanya melanggar aturan formal, tetapi juga mencoreng etika pendidikan yang seharusnya berlandaskan pada nilai kejujuran, keadilan, dan kepentingan terbaik bagi peserta didik.

 

Publik pun berhak menuntut transparansi dan klarifikasi dari pihak sekolah, serta pengawasan ketat dari Dinas Pendidikan Kabupaten Pati agar dugaan praktik serupa tidak terus terjadi secara diam-diam di institusi pendidikan lainnya.

 

*/Red

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *