Bojonegoro, Batara.news – Sejumlah pemilih yang memiliki hak suara dilaporkan belum menerima surat panggilan untuk mencoblos pada pemilu mendatang. Kondisi ini diduga terjadi akibat kelalaian Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), yang berpotensi melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Salah satu contoh kasus terjadi di TPS 1, Desa Gunung Sari, Kecamatan Baureno. Hingga saat ini, Panitia Pemungutan Suara (PPS) di wilayah tersebut belum menyelesaikan kewajiban mendistribusikan surat panggilan kepada beberapa pemilih. Akibatnya, sejumlah pemilih seperti SPTKTM, STMLF, SLKN, RV, dan AN (inisial) belum menerima dokumen penting untuk menggunakan hak pilih mereka.
“Entah apa alasannya, surat pemberitahuan pemungutan suara atau kartu panggilan pemilih sampai sekarang belum diberikan kepada saya,” ujar salah satu pemilih yang identitasnya dirahasiakan, Selasa, 25 November 2024.
Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Baureno, Teguh, mengaku tidak mengetahui adanya keluhan ini. Ia bahkan bertanya balik terkait lokasi kejadian di tingkat PPS.
“Kami akan menindaklanjuti laporan ini. Jika ada masalah, tentu akan kami selesaikan sesuai aturan,” ujar Teguh.
TPS di Fasilitas Ibadah, Panitia Dinilai Langgar Ketentuan
Selain permasalahan distribusi surat panggilan, lokasi pendirian TPS di fasilitas umum seperti musholla juga menuai kritik. Teguh menyebut penggunaan musholla sebagai lokasi TPS tidak bermasalah selama tidak mengganggu aktivitas warga atau jamaah.
“Kita akan pastikan tidak ada gangguan terhadap kegiatan ibadah,” jelas Teguh singkat.
Namun, aktivis sosial kontrol asal Jawa Timur, Koh Ahsin, menilai bahwa tindakan PPS tersebut melanggar ketentuan yang diatur Komisi Pemilihan Umum (KPU). Menurutnya, penggunaan fasilitas umum tempat ibadah sebagai TPS dapat mengganggu aktivitas beribadah dan melanggar prinsip netralitas.
“Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, ini dapat dikategorikan sebagai pelanggaran, terutama jika tidak disertai alasan formal atau administratif,” jelasnya.
Koh Ahsin menambahkan, jika terdapat bukti bahwa tindakan tersebut dilakukan secara sengaja untuk menguntungkan atau merugikan pihak tertentu, maka hal ini dapat diproses sebagai tindak pidana pemilu.
“Para korban yang merasa dirugikan dapat melaporkan kasus ini ke Bawaslu atau pihak berwenang lainnya untuk diproses lebih lanjut,” tandas Koh Ahsin.
/Al