Bojonegoro, -Batara.news|| Notisi Hasil pemeriksaan pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Bojonegoro pada tahun anggaran 2021 menjadi sorotan tajam oleh BPK, lantaran pelaporan(LHP) APBD-nya masih menyisakan hal yang perlu di tuntaskan.Sabtu(28/09/2024)
Dalam upaya mengawasi transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, BPK memantau bagaimana Pemerintah Kabupaten Bojonegoro menindaklanjuti rekomendasi yang telah diberikan.
Terlihat ada upaya dari pihak pemerintah untuk memperbaiki kinerja, namun sejumlah persoalan lama masih membayangi, mencerminkan tantangan besar dalam pengelolaan keuangan daerah.
Dengan demikian, setiap rekomendasi yang diberikan oleh BPK seharusnya diikuti dengan langkah-langkah konkret yang mencerminkan kepatuhan dan keseriusan dalam menegakkan transparansi serta akuntabilitas keuangan daerah.
Dalam pemantauan BPK, terdapat beberapa poin penting yang menjadi perhatian, seperti instruksi kepada Kepala Badan Pengelola Keuangan, Pendapatan, dan Aset Daerah (BPKPAD) serta Kepala Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya serta Bina Marga untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan pekerjaan/kegiatan pada satuan kerja (satker) yang menjadi tanggung jawab mereka.
Hasil data yang terhimpun, juga informasi pemberitaan sebelumnya, di dapati adanya bentuk kegiatan pengembalian atas kelebihan bayar terhadap pekerjaan infrastruktur di tahun anggaran 2021 yang harus melibatkan beberapa kontraktor untuk menyetorkan uang kepada Pemkab.
Dijelaskan dalam pemberitaan, sekitar 69 kontraktor berbondong-bondong menuju kantor Dinas Pekerjaan umum hingga larut malam, namun tidak ada penegasan maupun informasi yang menerangkan pihak Stackeholder memberi tanggapan.
Selain itu, ditahun anggaran 2021 dalam dokumen Hasil pemeriksaan terdapat pula catatan adanya aset jembatan merupakan Aset milik daerah, yang nilainya sekira 700juta, namun keberadaan dan statusnya tidak ada baik administrasi maupun keberadaan fisiknya, hal itu menjadi catatan serius untuk dilakukan penindakan sebagai upaya meminimalisir kerugian keuangan negara.
Celah ini, tentunya tidak hanya merugikan keuangan daerah, tetapi juga mencerminkan fungsi kontrol internal yang seharusnya menjadi benteng pertama dalam mencegah kerugian negara.
Namun, penegakan ini baru sampai pada tahap administrasi, sementara langkah-langkah hukum yang lebih tegas, seperti penuntutan pidana terhadap oknum yang terlibat dalam penyalahgunaan keuangan daerah, belum terlihat nyata.
Hal ini menimbulkan pertanyaan serius tentang seberapa jauh komitmen Pemerintah Kabupaten Bojonegoro dalam menegakkan hukum dan memastikan bahwa setiap pelanggaran keuangan daerah mendapatkan sanksi yang setimpal.(Tim red)