Disinyalir Pengadaan Pupuk Fertila Di Bojonegoro Dijadikan Ajang Bisnis mark up anggaran.

Berita Daerah1122 Dilihat

 

BOJONEGORO, BATARA.NEWS – Jelang peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 78 tahun, sejumlah penggiat informasi publik di Kabupaten Bojonegoro, Jatim, dicengangkan oleh adanya dugaan praktek ajang bisnis dalam proses pengadaan pupuk fertila yang dilaksanakan oleh Dinas Pertanian setempat. Saptu ,12 Agustus 2023.

 

Dari amatan lensa kamera, arti kata merdeka nampaknya hanya dijadikan sebuah bualan kosong para oknum pejabat publik yang bermental korup saja .

 

Dengan jargon membantu meningkatkan perekonomian rakyat dibidang pertanian, para oknum tikus birokrat di Bojonegoro justru menjadikan dalih progam Pemerintah untuk ajang konspirasi bisnis belaka.

 

Hal itu nampak jelas dalam proses E – Purchasing (pengadaan barang dan jasa berbasis digital) pupuk fertila yang disalurkan kepada kalangan petani tembakau di wilayah Bojonegoro.

 

Berdasarkan data Lembaga Kebijakan Pelayanan Barang dan Jasa Pemerintah ( LKPP ), Dinas Pertanian Bojonegoro telah melakukan transaksi pembelanjaan pupuk fertila via E- Purchasing sebanyak 540.000 kilogram, atau 540 ton, dengan biaya sebesar Rp 10.800.000.000.,

 

Dan jika diakumulasikan harga pupuk fertila yang dibeli dengan uang rakyat itu, seharga Rp 20.000 persatu kilogram.

 

Namun setelah ditelusuri, penyaluran bantuan pupuk fertila untuk petani tembakau tersebut menuai banyak kejanggalan.

 

Pasalnya, menurut pengakuan salah satu petani di wilayah Kedungadem, pupuk fertila dipasaran kisaran Rp 750.000 per 50 kilogram, dan per kilogram seharga Rp.15.000,- sampai Rp.18000,-.

 

Lantas, apa alasan Dinas Pertanian Bojonegoro membeli pupuk fertila itu seharga 20 ribu perkilo ? Padahal, fakta dipasaran hanya jual 15 ribu perkilo, ada selisih 5000 perkilo.

 

Adanya perbedaan harga itu tentunya menimbulkan tanda tanya besar sejumlah penggiat informasi di wilayah Bojonegoro. Sehingga banyak yang mencurigai kalau pembelanjaan pupuk fertila melalui sistem E-Purchasing tersebut sengaja telah di mark-up.

 

Kecurigaan mark up semakin jelas, ketika dalam proses penyaluran bantuan pupuk non supsidi itu, pihak penerima manfaat diwajibkan untuk mengembalikan karung bekas pupuk fertila tersebut kepada Dinas Pertanian.

 

Mirisnya lagi, bukannya memberikan jawaban secara akademis, Helmi, Kepala Dinas Pertanian Bojonegoro, saat dikonfirmasi terkait metode pembelanjaan bantuan pupuk fertela NPK padat Fertila jenis 8.15.19 , justru terkesan menghindar secara norak dan meminta awak media ini agar menanyakan hal tersebut kepada bawahanya.

 

“Bisa koord langsung dengan kabid yang membidangi, bu Retno dari bidang Sarpras. Besok senin saja ke kantor lebih jelasnya menemui bu Retno.” ucap Kadinas saat di konfirmasi melalui sambungan pesan Whatsapp beberapa hari lalu.

 

Sementara lebih mencengangkan lagi, Retno, Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Pertanian Bojonegoro, justru menyampaikan kalau pembelanjaan puluk fertila melalui E – purchasing sebanyak 502 ton.

 

“Total bantuan 502 ton untuk karung atau sak tidak dikembalikan ke dinas, kami hanya menyarankan untuk disimpan sebagai bukti, jika ada pemeriksaan,” ungkapnya.

 

Adanya statement pejabat publik yang berkantor di Dinas Pertanian itu, justru menambah yakin kalau telah terjadi ajang bisnis dalam proses pengadaan bantuan pupuk non subsidi untuk kalangan petani tembakau di Wilayah Kabupaten Bojonegoro.

 

Hal itu lantaran terjadi perbedaan antara Kabid Sarpras Dinas Pertanian Bojonegoro dengan sistem informasi di LKPP.

 

 

/Al

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *