SEMARANG – Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Tengah telah menetapkan dua pentolan Aliansi Masyarakat Pati Bersatu (AMPB) sebagai tersangka terkait dugaan pemblokiran Jalan Pantura Pati.
Kedua tokoh tersebut dituding melanggar hukum karena merintangi jalan umum dan membahayakan keselamatan lalu lintas.
Dua pentolan AMPB yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Supriyono alias Botok dan Teguh Istiyanto. Keduanya saat ini telah ditahan di Polda Jateng.
Tuduhan Pelanggaran Tindak Pidana
Dilansir dari Tribun Jateng, Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Jawa Tengah, Kombes Pol Artanto, membenarkan penetapan tersangka tersebut pada Sabtu malam (1/11/2025).
“Iya, dua orang sudah ditetapkan sebagai tersangka,” jelas Kombes Pol Artanto.
Kedua tersangka diduga menggerakkan massa untuk turun ke Jalan Pantura, jalan nasional, setelah merasa kecewa dengan hasil Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Pati pada Jumat (31/10/2025) yang tidak menghasilkan keputusan pemakzulan Bupati Sudewo.
Artanto menegaskan bahwa pemblokiran jalan nasional merupakan bentuk pelanggaran aturan yang termasuk dalam tindak pidana.
“Masuk sebagai tindak pidana karena mengakibatkan kemacetan, membahayakan pengguna jalan, dan keselamatan lalu lintas,” terangnya.
Ia juga menilai tindakan ini dapat menimbulkan kerugian ekonomi akibat kemacetan yang ditimbulkan.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jateng, Kombes Pol Dwi Subagio, mengonfirmasi bahwa kedua tersangka telah ditahan dan kasus ini masih terus berproses.
Pasal yang Dikenakan dan Tanggapan AMPB
Koordinator Tim Hukum AMPB, Nimerodi Gulo, membenarkan penetapan tersangka terhadap Supriyono dan Teguh.
Ia menyebutkan, berdasarkan informasi dari kepolisian, kedua warga tersebut dijerat dengan Pasal 192 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pasal ini mengatur tentang pidana menghalangi jalan umum dan menimbulkan bahaya bagi keamanan lalu lintas, dengan ancaman hukuman maksimal mencapai sembilan tahun penjara.
Pihak kepolisian menampik anggapan bahwa jeratan pasal ini adalah upaya mencari-cari kesalahan. Sebaliknya, penyidik mengklaim telah bekerja secara profesional berdasarkan bukti dan fakta di lapangan.
Sementara itu, pihak AMPB melalui Nimerodi Gulo menyuarakan keberatan atas penerapan pasal tersebut.
“Agak aneh penerapan pasal itu. Seharusnya dijerat pasal UU lalu lintas tapi pakai pasal KUHP yang ancaman mencapai 9 tahun. Kami (menduga) agar mereka bisa ditahan,” ungkap Nimerodi. (red)












