Pengelolaan kawasan hutan negara kembali berada di bawah sorotan tajam. Sedikitnya ±15 batang pohon trembesi di atas lahan DK (Djawatan Kehutanan) wilayah Bojonegoro dilaporkan ditebang tanpa perintah resmi dari pimpinan. Peristiwa yang terjadi pada Jumat (12/12/2025) itu memunculkan dugaan kuat adanya pelanggaran prosedur dan penyalahgunaan kewenangan oleh oknum di lingkungan Tempat Penimbunan Kayu (TPK) Bojonegoro.
Kepala Administratur (ADM) Perum Perhutani KPH Bojonegoro, Slamet Juwanto, melalui Wakil Administratur Kiswanto, menegaskan bahwa pihaknya tidak pernah mengeluarkan surat perintah penebangan pohon trembesi tersebut. Pernyataan itu disampaikan Kiswanto saat diwawancarai awak media di ruang kerjanya, Senin (15/12/2025).
“Kami tidak pernah memberikan surat perintah penebangan kayu trembesi itu,” tegas Kiswanto.
Ia menekankan, alasan penebangan yang disebut-sebut sebagai langkah perawatan atau antisipasi pohon roboh ke rumah warga maupun mengenai jaringan kabel listrik, tetap tidak dapat dibenarkan apabila dilakukan tanpa prosedur resmi dan perintah tertulis dari pimpinan.
Menurut Kiswanto, setelah menerima laporan adanya aktivitas penebangan, pihak ADM sempat melakukan upaya penindakan langsung di lokasi. Namun saat dilakukan penyergapan, kegiatan penebangan sudah tidak ditemukan di tempat.
Tak berhenti di situ, Wakil ADM mengungkapkan bahwa pihaknya telah melayangkan surat pemanggilan kepada Kepala TPK Bojonegoro. Bahkan, pemanggilan awal disampaikan melalui peringatan elektronik lantaran yang bersangkutan dinilai tidak kooperatif dan tidak menanggapi surat resmi sebelumnya.
Sementara itu, Kepala TPK berinisial AN saat hendak dimintai keterangan melalui pesan WhatsApp maupun panggilan telepon seluler memilih bungkam. Meski demikian, pihak administratur tidak serta-merta berasumsi negatif. Slamet Juwanto tetap menegakkan disiplin organisasi dengan mengirimkan surat peringatan resmi secara tertulis, bukan lagi melalui sarana elektronik.
Kini, kasus tersebut menunggu hasil pemeriksaan dan penyelidikan internal oleh Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Timur di Surabaya. Apabila terbukti terjadi pelanggaran, Kepala TPK berpotensi dikenai penegakan disiplin sesuai ketentuan kepegawaian yang berlaku.
Sanksi yang mengintai pun tidak ringan, mulai dari hukuman disiplin ringan, sedang, hingga berat, bahkan pemberhentian dari jabatan (non job) apabila pelanggaran dinilai serius dan mencederai tata kelola pengelolaan aset negara.
Peristiwa ini kembali menegaskan bahwa dalih keselamatan maupun perawatan hutan tidak boleh dijadikan pembenar untuk mengabaikan prosedur, hierarki kewenangan, dan aturan yang berlaku. Hutan negara bukan ruang abu-abu bagi tindakan sepihak, terlebih bila dilakukan tanpa restu pimpinan.
Kasus ini diharapkan menjadi peringatan keras bagi seluruh pemangku jabatan agar tidak serta-merta menggunakan kewenangan secara sewenang-wenang tanpa persetujuan atasan dan mekanisme yang sah.
Penulis:Alisugiono.
