Nota Kesepakatan Belum...

Nota Kesepakatan Belum Direalisasi, Warga Karangpacar Bersiap Datangi Kantor LDII

Ukuran Teks:

BojonegoroBatara.news

Janji yang telah diteken di atas kertas kini dipertanyakan realisasinya. Nota kesepakatan pembangunan sumur bor antara warga RT 19 Kelurahan Karangpacar dan Panitia Pembangunan Musholla Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) diduga belum dijalankan sesuai perjanjian.

Kesepakatan tertanggal 19 November 2022 tersebut hingga kini belum terealisasi, meski telah dituangkan dalam berita acara resmi dan disahkan oleh aparat setempat, mulai dari Ketua RT, Babinsa, Bhabinkamtibmas, hingga dilengkapi stempel Kelurahan Karangpacar.

Dalam dokumen tersebut secara tegas disebutkan bahwa pembuatan sumur bor di belakang musholla menjadi bagian dari kompensasi dan kesepakatan bersama warga. Namun hingga lebih dari tiga tahun berlalu, realisasi pembangunan tersebut belum juga terwujud.

Kekecewaan warga pun memuncak. Selasa malam, 16 Desember 2025, usai Salat Maghrib, warga Karangpacar berencana mendatangi Kantor LDII untuk menagih realisasi kesepakatan tersebut. Aksi ini ditegaskan bukan untuk menciptakan keributan, melainkan menuntut kejelasan atas komitmen yang telah disepakati bersama.

“Ini bukan semata soal air, tetapi soal komitmen dan etika hidup bermasyarakat. Kalau sudah ada tanda tangan di hadapan warga dan aparat negara, janji itu wajib ditepati,” ujar salah satu perwakilan warga.

Polemik kian mengemuka setelah warga menyebut nama Budiyanto, S.Pd., M.M., penasihat LDII yang juga menjabat sebagai Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bojonegoro. Warga menyebut Budiyanto mengetahui proses dan isi kesepakatan tersebut.

Saat dikonfirmasi, Budiyanto mengarahkan awak media untuk menghubungi Ketua LDII setempat.

“Langsung ke Ketua LDII saja ya, Pak Ali. Saya masih rapat,” ujarnya singkat sambil memberikan kontak Ketua LDII.

Sementara itu, Ediarto, Ketua LDII Lingkungan Karangpacar, memberikan klarifikasi. Ia menyatakan bahwa pihak LDII pada prinsipnya siap melaksanakan pengeboran sumur, namun terkendala status lahan yang diketahui merupakan tanah milik negara.

“LDII siap membantu terkait penyediaan sumur bersih. Namun ketika akan dieksekusi, lahannya ternyata milik negara sehingga kami tidak berani melanjutkan. Setelah itu ada pertemuan kembali, dan LDII siap melakukan pengeboran sewaktu-waktu, asalkan status lahannya sudah jelas,” tutur Ediarto.

Ia menambahkan, proses perizinan membutuhkan dukungan dari pihak lingkungan agar tidak terjadi kesalahan administrasi.

“Kami ini hanya pihak pelaksana pengeboran. Kami juga menunggu kejelasan terkait kendala dan solusi yang disepakati bersama,” imbuhnya.

Secara hukum dan administrasi, berita acara kesepakatan warga yang disahkan aparat memiliki kekuatan moral dan administratif. Ketidakrealisasian kesepakatan tersebut bukan hanya menjadi persoalan internal, tetapi berpotensi melanggar asas itikad baik serta memicu konflik sosial dan sengketa hukum apabila tidak segera diselesaikan.

Kini warga memilih jalur terbuka: menagih, bukan memohon.

Sebab bagi warga Karangpacar, janji bukan sekadar arsip dalam map, melainkan komitmen yang harus ditepati.

Awak media akan terus mengawal perkembangan persoalan ini serta membuka ruang klarifikasi bagi pihak LDII maupun pihak-pihak lain yang disebut mengetahui nota kesepakatan tersebut.

 

Penulis: Alisugiono

Bagaimana perasaanmu membaca artikel ini?

Bagikan:
Artikel berhasil disimpan