Di Bawah Langit Al Fat...

Di Bawah Langit Al Fatimah: Santri, Cahaya, dan Jejak Perjuangan Bangsa

Ukuran Teks:

BOJONEGORO,–Batara.news||

Pada sore yang bening di penghujung November, halaman Pondok Pesantren Modern Al Fatimah menjelma seperti samudra manusia. Ribuan jamaah, dari berbagai penjuru Bojonegoro hingga wilayah tetangga, menyatu dalam arus selawat yang mengalun dari bibir-bibir penuh rindu. Di antara cahaya lampu dan semilir angin, Pengajian Akbar Harlah ke-19 itu memantulkan kehangatan spiritual yang tak sekadar memenuhi ruang—tetapi juga nurani.

Di atas panggung sederhana namun berwibawa, kehadiran Gus Iqdham—mubaligh yang namanya menggetarkan hati para pencari hikmah—menjadi pusat gravitasi malam itu. Tatapan jamaah mengerucut, menanti setiap untaian kata yang lahir dari lisan beliau, ibarat embun penyejuk tanah yang haus.

Dalam mauidhah hasanahnya, Gus Iqdham membuka lembar sejarah yang jarang disentuh secara mendalam. Ia menyingkap makna Hari Santri bukan sebagai ritual tahunan, melainkan sebagai denyut nadi perjuangan bangsa—jejak panjang dari Resolusi Jihad yang dilantunkan para ulama dan santri ketika negeri ini masih rapuh, namun penuh keberanian. Dari sanalah, kata beliau, berdiri kokoh fondasi kemerdekaan.

“Makna terdalam kegiatan dari tanggal Hari Santri merujuk pada peristiwa Resolusi Jihad yang diperjuangkan para ulama dan santri dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa ini,” ucapnya, tenang namun menghunjam.

Lalu suaranya menggema, mengalir seperti sungai yang menemukan muaranya: bahwa santri masa kini tak lagi hanya memikul tugas ibadah dan pengabdian spiritual, melainkan turut menjaga tegaknya bangsa. Jihad mereka adalah jihad ilmu, jihad akhlak, jihad peradaban.

“Santri tidak hanya menjadi pilar agama, tapi juga pilar bangsa.”

Para santri Al Fatimah, yang duduk berbaris rapi bak tunas-tunas muda di kebun pengetahuan, mendengarkan dengan mata berbinar. Gus Iqdham menegaskan bahwa pesantren adalah kawah candradimuka: tempat tempaan batin dan kecerdasan, tempat karakter disiram dengan kesabaran, dan tempat masa depan disemai dengan akhlak karimah.

Beliau mengingatkan, seorang santri yang baik akan selalu membawa wajah gurunya, menjaga kehormatan ilmu yang diajarkan, dan tidak mudah tergelincir oleh godaan dunia yang menipu.

Malam kian larut, namun suasana seolah memendarkan cahaya. Pengajian diakhiri dengan doa bersama—doa yang melangit, menyentuh hati-hati yang rindu akan kedamaian. Doa itu dipersembahkan untuk generasi bangsa, untuk santri masa depan, dan untuk saudara-saudara muslim di Sumatera yang tengah dilanda cobaan.

Di balik rangkaian acara itu, Harlah ke-19 Ponpes Al Fatimah terasa seperti tapal tanda: bahwa pesantren ini bukan hanya rumah ilmu, tetapi juga rumah perjuangan. Di sini, nilai dijaga. Di sini, akhlak ditumbuhkan. Dan di sini pula, para santri ditempa untuk berdiri sebagai pilar bangsa—teguh, teduh, dan penuh manfaat.

 

Penulis: Alisugiono

Bagaimana perasaanmu membaca artikel ini?

Bagikan:
Artikel berhasil disimpan