Bojonegoro – Batara.news
Dugaan permainan harga pupuk bersubsidi kembali mencuat. Di sejumlah titik distribusi, paket Urea dan Petroganik dilaporkan masih dijual Rp160 ribu, jauh di atas ketentuan Harga Eceran Tertinggi (HET), padahal pemerintah telah resmi menurunkan harga hingga 20 persen sesuai Keputusan Menteri Pertanian Nomor 1117/Kpts/SR.310/M/10/2025.Rabu(29/10/2025)
Seorang sumber yang enggan disebut identitasnya menyebut, harga di lapangan tidak mengikuti aturan pemerintah.
“Menteri sudah umumkan turun 20 persen, tapi di lapangan masih stagnan Rp160 ribu per paket. Petroganik saja dijual Rp40 ribu,” ungkapnya.
Sumber yang sama menjelaskan, jalur distribusi pupuk yang sebelumnya melalui kelompok tani dan pengepul bernama M, kini diduga berpindah ke oknum perangkat desa.
“Dulu lewat kelompok tani. Sekarang katanya pindah ke oknum kasun bernama Mat S. Dia yang jadi pengepul. Warga mulai resah,” terangnya.
Tidak hanya itu, oknum tersebut disebut semakin berani meski pemerintah telah menegaskan aturan HET.
“Sok ngendelno (merasa kuat), seolah nggak peduli. Harga tetap dimanipulasi taksirannya.”
Hingga berita ini diterbitkan, Kasun Mat S belum memberikan klarifikasi meski sudah dihubungi redaksi.
Sumber lain juga menambahkan:
“Itu mas, tempat Sup dulunya kios. Katanya jatah kios kok masih menurunkan barang di situ.”
Jika dugaan penjualan di atas HET terbukti benar, praktik tersebut berpotensi melanggar sejumlah regulasi:
Pasal 29 Permentan 10/2022 jo. Kepmentan 1117/2025
→ Distribusi pupuk wajib melalui RDKK, kios resmi, dan sesuai HET.
UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
→ Tindakan menimbun, menguasai, atau memainkan harga pupuk subsidi dapat dikategorikan sebagai persekongkolan usaha dan penyalahgunaan posisi dominan.
Pasal 372 dan 374 KUHP (Penggelapan dalam Jabatan)
→ Jika oknum perangkat desa mengambil alih distribusi untuk kepentingan pribadi atau pungutan luar ketentuan, tindakan tersebut dapat masuk ranah pidana.
UU Perlindungan Konsumen
→ Petani sebagai konsumen negara mengalami kerugian, tidak menerima hak atas barang bersubsidi dengan harga resmi.
Dengan demikian, menaikkan harga pupuk subsidi bukan hanya pelanggaran administratif, namun berpotensi tindak pidana jika terbukti dilakukan secara sistematis untuk keuntungan pribadi.
Saat dikonfirmasi, Kepala Dinas Pertanian menyampaikan
“Kalau ada lokasinya, nanti saya berikan PPL-nya biar dicek di lapangan.”
Dinas memastikan akan menurunkan Penyuluh Pertanian Lapangan untuk verifikasi kebenaran laporan masyarakat.
Warga menilai permainan harga pupuk sangat merugikan petani. Menjelang musim tanam, kebutuhan pupuk meningkat, sehingga kenaikan harga akan memperbesar biaya produksi dan menekan hasil panen.
Masyarakat berharap pemerintah, aparat penegak hukum, hingga Komisi Pengawas Pupuk (KP3) segera turun menindak dugaan penyimpangan di lapangan.
Penulis:(Red)










