Komisi B DPRD Bojonegoro Soroti Dugaan Penyimpangan Distribusi Minyak Sumur Tua, Dorong Pembentukan Satgas Penindakan

Bojonegoro –Batara.news||

Komisi B DPRD Kabupaten Bojonegoro menggelar rapat koordinasi bersama sejumlah pihak terkait untuk membahas persoalan distribusi minyak dari sumur tua, Rabu (08/10/2025). Rapat berlangsung di Ruang Komisi B DPRD Bojonegoro, Jalan Veteran, dengan menghadirkan perwakilan PT Bojonegoro Bangkit Sejahtera (BBS), SKK Migas, Pertamina, Unit Penegakan Hukum Kementerian ESDM, serta Polres Bojonegoro.

Ketua Komisi B DPRD Bojonegoro, Sally Atyasasmi, menjelaskan bahwa rapat ini merupakan tindak lanjut dari kunjungan lapangan yang sebelumnya dilakukan DPRD ke sejumlah lokasi sumur tua. Dari hasil kunjungan itu, Komisi B menemukan sejumlah kejanggalan dalam praktik distribusi minyak hasil penambangan.

Menurut Sally, salah satu kejanggalan yang terungkap adalah tidak tercapainya setoran deviden dari BBS dalam beberapa tahun terakhir. “Kami melihat ada ketidaksesuaian. Dari sisi laporan, setoran deviden ke daerah tidak terpenuhi. Setelah kami telusuri, ternyata sempat ada jeda izin operasional selama setahun. Meski sekarang izin penyerapan minyak ke Pertamina sudah kembali terbit, para penambang justru lebih memilih menjual minyak ke pengepul karena harganya lebih tinggi,” terangnya.

Sally menegaskan, berdasarkan keterangan SKK Migas, hanya ada tiga entitas yang secara resmi diperbolehkan mengelola, mengangkut, atau memperjualbelikan minyak dan gas dari sumur tua, yakni Pertamina, BUMD, dan KUD. “Hari ini kita ingin memastikan, apakah ada entitas bisnis lain yang punya izin. Berdasarkan keterangan SKK Migas, ternyata tidak ada. Artinya, penjualan minyak ke pihak selain Pertamina dan BUMD resmi adalah ilegal,” tegasnya.

Komisi B menilai kondisi ini tidak bisa dibiarkan. Selain merugikan pendapatan negara dan daerah, praktik penjualan minyak ke pengepul juga rawan menimbulkan mafia perminyakan. Karena itu, Sally mendorong agar BBS lebih aktif melakukan pembinaan terhadap penambang rakyat. Bentuk pembinaan itu tidak sekadar pengawasan, tetapi juga bisa diwujudkan dengan pemberian insentif, misalnya dukungan pembayaran BPJS Ketenagakerjaan.

“Risiko kerja para penambang sangat tinggi. Jika mereka diberikan perlindungan sosial seperti BPJS Ketenagakerjaan, diharapkan ada dorongan moral agar hasil produksinya tetap disetor ke Pertamina melalui jalur resmi,” ujarnya.

Sally juga membeberkan adanya potensi kerugian negara akibat praktik distribusi ilegal ini. Dari hasil identifikasi sementara, sekitar 200 barel minyak per hari tidak masuk ke Pertamina. “Kalau dihitung dengan harga per barel, potensi kehilangan pendapatan negara maupun daerah sangat besar. Ini harus segera ditangani,” ungkapnya.

Selain persoalan distribusi, Sally menyoroti aktivitas penyulingan minyak secara tradisional di wilayah seperti Kedewaan. Menurutnya, kualitas minyak hasil pengolahan manual tanpa teknologi modern tidak memenuhi standar Pertamina. Hal ini berpotensi merusak mesin kendaraan dan membahayakan keselamatan pengguna.

Sebagai langkah konkret, Komisi B DPRD Bojonegoro akan merekomendasikan pembentukan satuan tugas (Satgas) khusus untuk menindak aktivitas ilegal. Satgas ini nantinya melibatkan pemerintah daerah, aparat penegak hukum, SKK Migas, dan Pertamina.

“Jadi pembinaannya tetap ke penambang rakyat, tapi penindakan tegas harus diarahkan ke para pengepul yang membeli dan mengedarkan minyak tanpa izin resmi,” tegas Sally mengakhiri rapat.

Dengan adanya rekomendasi ini, DPRD Bojonegoro berharap tata kelola sumur tua dapat lebih tertib, transparan, dan memberikan manfaat maksimal bagi daerah serta masyarakat.

 

 

Penulis:Alisugiono.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *