Bojonegoro, Batara.news –
Praktik penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di SPBU 55.621.23 yang berlokasi di Desa Sidorejo, Kecamatan Kedungadem, Kabupaten Bojonegoro, kini menjadi sorotan publik. Sejumlah warga menduga SPBU tersebut melayani penjualan BBM subsidi menggunakan jeriken atau angsuan, yang jelas melanggar ketentuan resmi Pertamina maupun aturan pemerintah.
Pertamina secara tegas melarang SPBU menyalurkan BBM bersubsidi, seperti Pertalite dan Solar, untuk penggunaan non-transportasi maupun pengisian dengan jeriken tanpa izin resmi. Larangan ini diatur dalam:
Keputusan Menteri ESDM No. 37.K/HK.02/MEM.M/2022 tentang Jenis BBM Tertentu dan BBM Khusus Penugasan.
Peraturan Presiden No. 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM.
Selain itu, Pertamina melalui Surat Edaran Direksi juga menegaskan bahwa setiap SPBU wajib memastikan distribusi BBM subsidi tepat sasaran, yakni hanya untuk kendaraan bermotor pribadi atau angkutan umum yang telah terdaftar di sistem MyPertamina.
Dengan adanya dugaan praktik pengangsuan, SPBU dapat dianggap mengalihkan penyaluran BBM subsidi kepada pihak yang tidak berhak.
Apabila dugaan pelanggaran ini terbukti, pengelola SPBU 55.621.23 berpotensi mendapat sanksi berlapis, antara lain:
1. Sanksi Administratif dari PertaminaP eringatan tertulis,
Pembekuan sementara pasokan BBM, hingga
Pemutusan Hubungan Usaha (PHU).
2. Sanksi Pidana
Berdasarkan UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana diubah dengan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, pelaku penyalahgunaan BBM subsidi dapat dijerat hukuman penjara maksimal 6 tahun dan denda hingga Rp 60 miliar.
3. Sanksi Perdata / Pengembalian Kerugian Negara
Karena BBM subsidi menggunakan anggaran negara (APBN), maka penyaluran yang tidak tepat sasaran dapat dianggap menimbulkan kerugian negara dan dapat dituntut melalui mekanisme perdata maupun Tipikor.
Sejumlah warga Kecamatan Kedungadem menyayangkan dugaan praktik ilegal ini. Selain merugikan masyarakat yang seharusnya berhak menerima BBM subsidi, praktik pengangsuan diduga memicu kelangkaan. Akibatnya, masyarakat kecil terpaksa membeli BBM di pengecer dengan harga lebih tinggi.
“Kami antre lama, kadang sudah habis duluan. Tapi ada yang pakai jeriken bisa dilayani. Ini jelas merugikan rakyat kecil,” ujar Mudi, salah seorang warga, Jumat (3/10/2025).
Hingga berita ini diturunkan, Nurul, pihak manajer SPBU 55.621.23, belum memberikan keterangan resmi meski telah dihubungi awak media melalui pesan WhatsApp.
Kasus ini menambah daftar panjang dugaan pelanggaran distribusi BBM subsidi di Kabupaten Bojonegoro. Pemerintah daerah bersama aparat penegak hukum diharapkan segera turun tangan melakukan investigasi. Jika terbukti, SPBU 55.621.23 harus ditindak tegas sesuai aturan, agar memberi efek jera bagi pengelola SPBU lain yang mencoba bermain-main dengan distribusi BBM subsidi.
Penulis: Alisugiono