Bojonegoro, Batara.news|| Mahfud Saputra (23), seorang pemuda asal Dusun Alas Tuwo, Banjarejo, Kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro, menjadi korban pengeroyokan brutal pada Jumat dini hari, 14 Februari 2025,bertepatan malam valentine di Desa Biting, Kecamatan Sambong, Kabupaten Blora, Jawa Tengah.
Peristiwa mengenaskan ini menyebabkan Mahfud menjadi korban pengeroyokan dan mengalami cedera serius di kepala, gangguan penglihatan pada mata kiri, serta gangguan memori dan fungsi tubuh.
Menurut sang ayah, Akhmad Soesilo, kondisi Mahfud kini sangat memprihatinkan. Ia menyebut putranya sudah tidak seperti dulu lagi.jum’at(1/08/2025)
“Sekarang seperti anak SD. Tidur harus ditemani, pundaknya tidak seimbang, tangan kirinya belum normal dan sering bergerak sendiri. Kadang juga mengeluh nyeri terus-menerus, dan mata sebelah kiri pun tidak normal, tidak bisa melihat kesamping,” ujarnya dengan mata sembab.
Dokter menyatakan Mahfud kehilangan sekitar 33 persen fungsi ingatan, dan belum ada jaminan bisa pulih kembali.
“Kami hanya bisa pasrah pada Allah,” tambah Soesilo.
Selain itu, Mahfud sempat koma selama sepekan dan dirawat intensif di ICU. Kondisinya saat itu dinilai kritis dengan peluang hidup hanya 20 persen.
“Waktu itu dokter bilang kemungkinan hidupnya cuma 20 persen. Saya benar-benar syok,” kenang Soesilo.
Akibat luka patah rahang dan hidung, Mahfud juga harus makan melalui selang dari hidung selama lebih dari sebulan, menggunakan cairan susu yang disuntikkan setiap hari.
Keluarga Mahfud harus menanggung sendiri biaya pengobatan yang hingga kini hampir mencapai Rp100 juta, karena kasusnya tergolong pidana dan tidak ditanggung BPJS.
“Biaya rumah sakit saja Rp 75 juta. Itu belum termasuk terapi dan kontrol. Kami jual motor dan perabotan rumah untuk biayai pengobatan. Sekarang motor pun tidak punya,” jelasnya.
Untuk mencukupi kebutuhan harian, kini mereka hanya mengandalkan pendapatan dari jualan nasi pecel sang istri.
“Saya dulu kerja ikut instalasi listrik, tapi sekarang kantornya tutup. Jadi hanya mengandalkan dagangan istri,” ungkap Soesilo.
Sebelum kejadian, Mahfud bekerja sebagai kurir ekspedisi, dan bisa membantu memenuhi kebutuhan rumah tangga.
“Minimal dia bisa mencukupi kebutuhannya sendiri. Tapi sekarang, kemarin saya ajak ke toko sebelah saja tidak bisa pulang. Katanya bingung, gak tahu arah jalan,” tutur sang ayah.
Hingga kini, keluarga belum mengetahui motif pasti di balik pengeroyokan itu. Mereka hanya menduga ada keterlibatan orang dekat.
“Entah pacarnya atau teman dekatnya. Yang jelas sering ke sini. Tapi kok bisa sampai seperti ini?” ungkapnya.
Soesilo juga mengungkapkan bahwa pada hari kejadian, Mahfud membawa uang setoran perusahaan sekitar Rp 7 juta. Namun setelah insiden, uang yang tersisa di tasnya hanya sekitar Rp 2 juta.
“Saya tahu dia bawa uang setoran. Tapi setelah kejadian, uangnya berkurang sekitar Rp 5 juta,” katanya.
Kasus ini kini bergulir di Pengadilan Negeri Blora, dengan Nomor Perkara: 49/Pid.B/2025/PN.Bla. Sidang pada Selasa (29/7/2025) lalu mengagendakan pembacaan pledoi dari para terdakwa.
Dari hasil penyelidikan dan Laporan Polisi Nomor: LP/B/2/II/2025/SPKT/POLSEK SAMBONG/POLRES BLORA/POLDA JATENG, tujuh pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka. Dugaan sementara, Mahfud menjadi korban pengeroyokan akibat salah identitas, hingga diserang secara massal oleh orang-orang tak dikenal.
(Red)