BOJONEGORO, BATARA.NEWS – Program PTSL (pendaftaran tanah sistematis lengkap) adalah program unggulan yang dicanangkan langsung oleh Presiden Jokowi guna membantu masyarakat miskin supaya mempunyai kepastian hukum terhadap hak kepemilikan atas tanah.
Tapi miris dan sangat disayangkan, upaya warga miskin di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, untuk memiliki sertifikat tanah secara murah terkadang justru dimanfaatkan untuk ajang skandal korupsi besar – besaran oleh oknum pelaksana progam PTSL, baik ditingkat Desa sampai Kantor Agraria dan Tata Ruang Badan Pertanahan Negara (ATR/BPN) setempat.
Selain biaya penarikan yang disinyalir sudah menyalahi aturan Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri, terbaru malah ada kasak – kusuk Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk pengadaan barang dan jasa seperti bandwidth internet malah ditenggarai dijadikan ajang bisnis oleh oknum pejabat Kantor ATR/BPN Bojonegoro.
Kecurigaan publik tentang adanya skandal kong kali kong dalam proses pengadaan barang dan jasa bandwidth internet kian kuat, setelah pimpinan Kantor ATR/BPN Bojonegoro memilih menghindar ketika hendak dikonfirmasi sejumlah awak media mengenai hal tersebut.
“Sebenarnya kita ingin pertanyakan hal itu kepada Kepala BPN selaku penanggung jawab anggaran, namun diarahkan ke bagian Humas. Setelah kita turuti, kita malah dipingpong karena diarahkan ke bagian TU (Tata Usaha). Parahnya, ketika ke bagian TU justru kita tidak ditemui dengan alasan sibuk. Kemudia pas kita hendak pulang mereka nyuruh orang untuk menyuap kita dengan memberi amlop berisi uang.” ujar Akhsin salah satu wartawan Online. senin, 19 Desember 2022.
Adanya pengadaan barang dan jasa untuk pembelanjaan bandwidth internet di Kantor ATR/BPN Bojonegoro, menurutnya, perlu diketahui oleh publik secara spesifik, karena menggunakan anggaran Negara yang bersumber dari pajak masyarakat.
“Karena menelan anggaran Negara yang sangat fantastis dengan harga E-katalog yang dibudget selangit, meraka harus bisa menjelaskan secara teknis kepada publik mengenai pembelanjaan bandwidth tersebut. Bukan malah ingin menyuap wartawan.” pungkasnya,
Sementara menanggapi hal tersebut, Heriyanto, Akademisi dan aktivis, LSM Trinusa dalam kajianya mengatakan, terkait kegiatan belanja barang dan jasa banyak sekali yang perlu dikawal. Pasalnya, berdasarkan data yang berhasil dihimpun ada indikasi markup anggaran tentang pengadaan bandwith internet (Mbps) di Kantor ATR/BPN Bojonegoro .
“Seperti Nomer : 195, bandwith internet (250 ) mbps dibadrol seharga Rp 324 juta, kemudian Nomer : 196, bandwith internet (100 ) mbps dibadrol seharga Rp 144 juta, dan Nomer: 197 (50) mbps dibandrol seharga Rp 108 juta, itu selama bulan 12 purchasing untuk anggaran tahun 2022” ucapnya,
Untuk mensiasati Peraturan Presiden nomer 12 tahun 2021 tentang mekanisme pengadaan barang dan jasa, dirinya menduga, pihak Kantor ATR/BPN Bojonegoro sengaja melakukan pemecahan item kegiatan supaya bisa dilakukan penunjukan langsung.
“Perpres no 12 tahun 2021 tentang mekanisme pengadaan barang dan jasa, seperti yang dikutip pada Pasal 1 Ayat 40 intinya, pengadaan barang atau pekerjaan konstruksi atau jasa lainnya dibawah Rp 200 juta bisa dilakukan penunjukkan langsung. Oleh sebeb itu kegiatan pengadaan bandwith internet tersebut dipecah menjadi 3 item kegiatan.” tuturnya,
Lebih lanjut ia mengatakan, E-katalog dibuat agar transaksi pengadaan barang dan jasa di pemerintah dapat berjalan cepat, tepat, transparan dan accessible sehingga terjadi check and balance.
“Kalau melebihi budget pasti ada yang salah. Karena E-katalog harganya pasti, malah bisa berkurang jika membeli dalam jumlah banyak, jika melebihi maka APH dengan mudah bisa membaca dan menindak. Kalau hal ini belum ada penindakan dari pihak yang berwenang, maka kita sebagai masyarakat wajib mengingatkan.” tegasnya.
/Ali