Pemerintah Pusat Mencanangkan Petani Modern untuk Generasi Z, Apa Kabar Bojonegoro?

Berita Daerah90 Dilihat

Bojonegoro,-Batara.news||

Pemerintah pusat melalui Kementerian Pertanian (Kementan) kembali menegaskan arah kebijakan nasional dengan mendorong transformasi menuju petani modern, menyasar kalangan Generasi Z.

 

Langkah ini lahir dari kekhawatiran atas dominasi petani berusia lanjut, rata-rata di atas 50 tahun. Tanpa regenerasi yang serius, Indonesia menghadapi ancaman krisis petani sekaligus krisis pangan dalam dua dekade mendatang. Konsep petani modern tidak lagi sekadar menanam dan memanen, melainkan mengadopsi teknologi digital, mekanisasi, hingga pengelolaan usaha tani yang efisien dan berdaya saing global.

 

Landasan hukumnya pun sudah jelas. Antara lain, Permentan No. 3 Tahun 2024 tentang Pengembangan Kawasan Pertanian, Perpres No. 192 Tahun 2024 mengenai pembentukan Badan Perakitan dan Modernisasi Pertanian (BrMP), serta Permentan No. 120 Tahun 2014 yang mengatur pelatihan dan sertifikasi kompetensi petani. Ditambah regulasi pendukung seperti UU No. 19 Tahun 2014 tentang Pangan, PP No. 22 Tahun 2020 tentang RTRWN, dan Permen ATR/BPN No. 10 Tahun 2019 terkait perizinan usaha berbasis resiko.

 

Regulasi tersebut menjadi pijakan lahirnya petani modern yang melek digital, menguasai manajemen, dan mampu menembus pasar global. Namun, pertanyaan penting muncul: Apakah Bojonegoro siap menyambut agenda besar ini? Kabupaten yang dikenal sebagai lumbung pangan Jawa Timur ini memiliki sawah luas, irigasi dari bengawan dan embung, serta potensi hortikultura dan perkebunan yang besar. Sayangnya, wajah pertaniannya masih jauh dari gambaran ideal yang dicanangkan pemerintah pusat.

 

Memang, mekanisasi mulai hadir di sebagian kelompok tani, dari traktor modern, combine harvester, hingga pompa otomatis. Tetapi penyebarannya belum merata. Petani kecil masih bergantung pada cangkul dan irigasi manual yang rawan gagal ketika musim kering. Program Kartu Tani dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Pertanian pun belum sepenuhnya efektif, hanya dinikmati sebagian kelompok.

 

Regenerasi menjadi masalah krusial. Data BPS menunjukkan lebih dari separuh petani Indonesia berusia di atas 50 tahun. Kondisi serupa terjadi di Bojonegoro, di mana banyak anak muda desa memilih bekerja di sektor lain atau merantau. Profesi petani dianggap kurang bergengsi, padahal jika ditopang teknologi dan pasar modern, pertanian bisa menjelma menjadi ladang usaha yang menjanjikan.

 

Untuk itu, pemerintah daerah tidak boleh sekadar menunggu arahan pusat. Transformasi harus dibumikan hingga ke desa. Upaya yang perlu dilakukan antara lain: pelatihan generasi muda desa sesuai amanat Permentan No. 120/2014, penguatan akses permodalan lewat KUR dan BUMDes, percepatan mekanisasi dengan bantuan alat pertanian tepat sasaran, serta mendorong hilirisasi agar petani muda tidak hanya menjual bahan mentah, tetapi juga produk olahan bernilai tambah.

 

Generasi Z Bojonegoro perlu diyakinkan bahwa bertani adalah profesi masa depan. Dunia sudah berubah, petani muda di negara lain mengoperasikan drone, memakai aplikasi prediksi cuaca, hingga menjual hasil panen di marketplace digital. Pertanyaannya kini, apakah Bojonegoro siap ikut arus pertanian modern, atau justru tertinggal dalam pola lama? Masa depan pangan tidak bisa ditunda. Menjadikan Generasi Z sebagai motor penggerak pertanian modern bukan lagi pilihan, melainkan keharusan.

 

/Al

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *