Pati -Batara.news|| Ironi menyayat hati dialami AB(36) pria asal Desa Ngawen, Kecamatan Margorejo, Pati, Jawa tengah, yang harus rela mendekam di penjara selama 5 tahun
Bagai pribahasa Jawa enake sak klenteng larane sak rendeng,(enaknya sebiji kapuk sakitnya semusim panen)setelah dianggap bersalah dan terbukti melakukan pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur.
Bagaimana tidak, paska runtuhnya destinasi pariwisata pelepas syahwat yang menjadi primadona warga Pati, yakni Lorong Indah (LI) rata dengan tanah, sehingga menjebak AB untuk iseng membuka aplikasi me chat dan mencoba memainkannya.
Benar saja, setelah memainkan me chat, AB kemudian menemukan wanita yang dirasa cocok untuk di boking.
Setelah negosiasi dan terjadi kesepakatan, kemudian AB mengajak wanita yang dikenal lewat michat atau sebutan gokilnya aplikasi hijau untuk ho ho hi he di salah satu hotel yang ada di Pati dengan jumlah bayaran tertentu.
Namun, setelah mendapatkan jasa service pemuas hasrat, AB harus bernasib naas lantaran saat mengantar pulang AB harus berurusan dengan pihak keluarga wanita tersebut.
AB dicerca dengan berbagai pertanyaan oleh pihak keluarga si wanita tersebut, pasalnya wanita yang dikencaninya itu ternyata masih anak dibawah umur.
Karena tertekan dan kebingungan, kemudian AB tak dapat mengelak dan mengakui kalau habis selesai berkencan.
Setelah mendengar pengakuan AB, pihak keluarga wanita langsung membawa masalah asusila itu ke ranah hukum.
Dan benar saja dalam persidangan AB dinyatakan terbukti bersalah oleh majelis hakim karena melanggar pasal 81 ayat 2 undang-undang perlindungan anak dan dijatuhi hukuman 5 tahun penjara.
Menurut hukum Perlindungan Anak dan UU ITE, perbuatan memboking perempuan anak di bawah umur untuk melakukan hubungan badan merupakan pelanggaran Pidana dan Asusila yang dapat dikenakan sanksi pidana. Beberapa dasar hukum yang relevan dalam kasus tersebut antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang melarang eksploitasi anak dalam segala bentuk, termasuk kekerasan seksual dan pornografi anak.
2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), yang melarang penggunaan teknologi informasi untuk menyebarkan konten pornografi atau tindakan kejahatan terhadap anak.
3. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur mengenai kejahatan pencabulan terhadap anak, di mana pelaku yang terlibat dalam kegiatan seksual dengan anak di bawah umur dapat dikenai sanksi pidana.
Dalam kasus seperti ini, pelaku dapat dijerat dengan Pasal-pasal KUHP yang berkaitan dengan perlindungan anak dan kejahatan seksual, seperti Pasal 76D tentang pencabulan, Pasal 296 tentang perdagangan orang, dan Pasal 289 tentang pornografi anak. Pelanggaran terhadap undang-undang tersebut dapat dikenai sanksi pidana berupa penjara dan denda yang sesuai dengan perbuatannya.
Penting untuk memberikan perlindungan yang maksimal bagi anak-anak sebagai korban dalam kasus ini, serta menegakkan hukum secara adil dan tegas terhadap pelaku kejahatan seksual terhadap anak.
Dalam kasus di mana pelaku memesan atau memboking jasa seksual melalui aplikasi chat dan korban yang melakukan tindakan tersebut adalah anak di bawah umur, pelaku dan korban dapat dikenakan sanksi sesuai dengan undang-undang perlindungan anak dan undang-undang ITE.
Undang-undang Perlindungan Anak memberikan perlindungan terhadap anak-anak dari segala bentuk eksploitasi termasuk dalam hal perdagangan manusia, kekerasan seksual, dan pornografi anak. Jika korban adalah anak di bawah umur yang terlibat dalam praktik prostitusi atau penjualan diri, pelaku dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan undang-undang tersebut.
Sementara itu, Undang-Undang ITE juga mengatur tentang penggunaan teknologi informasi untuk menyebarkan konten yang melanggar hukum, termasuk tindakan kejahatan terhadap anak. Jika pembokingan tersebut dilakukan melalui aplikasi chat dan melibatkan anak di bawah umur, pelaku dan kor
Sementara itu, Undang-Undang ITE juga mengatur tentang penggunaan teknologi informasi untuk menyebarkan konten yang melanggar hukum, termasuk tindakan kejahatan terhadap anak. Jika pembokingan tersebut dilakukan melalui aplikasi chat dan melibatkan anak di bawah umur, pelaku dan korban juga dapat dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ITE.
Dalam kedua kasus ini, penting untuk menegakkan hukum secara tegas dan memberikan perlindungan yang maksimal bagi anak-anak sebagai korban kejahatan seksual dan eksploitasi. Pelaku dan pihak yang terlibat dalam memanfaatkan anak-anak untuk tujuan komersial harus diproses sesuai dengan hukum yang berlaku untuk mencegah praktik tersebut dan melindungi hak-hak anak.
Oleh: Iskandar Laka (Dosen & Praktisi Hukum, Ketua Dewan Pembina YLBH Fajar Panca Yudha).
(Al)